(VOVWORLD) - Dari tanggal 6 hingga 9 April, di Wina, Ibu Kota Austria, Komite Gabungan tentang Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) telah mengadakan kembali perundingan untuk menyelamatkan permufakatan nuklir bersejarah yang ditandatangani pada 2015 antara Iran dan negara-negara adi kuasa. Akan tetapi, pemulihan permufakatan ini tidak bisa dilakukan secepat mungkin karena masih memerlukan iktikat baik dan konsesi dari semua pihak.
Para peserta pertemuan di Wina, Austria (Foto" Xinhua/VNA) |
Positif dan tepat arah merupakan penilaian bersama dari pihak-pihak terkait setelah pertemuan di Wina tentang masalah nuklir Iran selama 3 tahun ini. Perkembangan yang baru ini membuka harapan meregenerasikan permufakatan nuklir bersejarah yang ditandatangani oleh pihak-pihak pada 2015.
Mencatat Iktikat Baik dari Pihak-Pihak
Pertemuan antara pihak-pihak terkait di Wina, Austria merupakan satu langkah terobosan besar selama 3 tahun ini ketika ada waktu di mana ketegangan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran seolah-olah seperti akan segera ada perang.
Selama ini, Rusia, Tiongkok, Perancis, Jerman dan Inggris selalu aktif mempertahankan permufakatan nuklir 2015. Banyak kebijakan tentang ekonomi telah dikeluarkan negara-negara tersebut untuk meyakinkan Iran agar tidak merusak komitmen dalam permufakatan. Semua upaya tersebut menjadi kondusif ketika pemerintah baru AS berkecenderungan melakukan dialog untuk melakukan kembali permufakatan nuklir dengan Iran. Oleh karena itu, selama berbulan-bulan ini, negara-negara adi kuasa Uni Eropa aktif ikut serta dalam perundingan yang mendalam dengan pihak-pihak peserta permufakatan untuk mendorong perundingan-perundingan.
Oleh karena itu, dalam pertemuan kali ini, AS menerima undangan dari wakil senior Uni Eropa untuk ikut serta dalam sidang antara Kelompok P5 plus 1 dengan Iran di Wina, Austria tetapi dengan bentuk tidak langsung pada saat pihak-pihak peserta permufakatan yang terdiri dari Tiongkok, Rusia, Jerman, Perancis dan Inggris melakukan pertemuan langsung dengan Iran. Bersamaan itu, AS juga menghapuskan beberapa pembatasan ketat terhadap mobilitas para pejabat Iran di Perserikatan Bangsa-Bangsa atau para pejabat Iran yang mengunjungi organisasi-organisasi internasional yang dikenakan oleh mantan Presiden AS, Donald Trump.
Meskipun pertemuan Komite Gabungan tentang JCPOA di Wina dinilai kena arahnya dan ada gerak-gerik yang positif, tetapi baik pihak AS maupun Iran menunjukkan sikap yang berhati-hati dan keras dalam pernyataan-pernyataannya. Teheran menyatakan tidak akan melakukan perundingan langsung atau tak langsung dengan Washington pada waktu mendatang kalau AS tidak menghapuskan semua sanksi. Pada tanggal 10 April, Iran mengoperasikan pesawat-pesawat sentrifugal dengan kecepatan lebih cepat, satu gerak-gerik yang menunjukkan pendirian keras negara ini.
Sementara itu, AS tetap menyatakan mempertahankan sanksi-sanksi ekonomi sampai saat Iran menghentikan pelanggaran terhadap permufakatan. Meskipun Washington menegaskan mengadakan kembali perundingan-perundingan dengan Iran untuk memulihkan permufakatan nuklir dan berusaha mengembangkannya menjadi prioritas utama mereka di kawasan Timur Tengah. Pertemuan di Austria kali ini hanyalah langkah awal dan akan ada pembahasan-pembahasan yang sulit di masa depan.
Peluang yang Tipis
JCPOA ditandatangani oleh Iran dengan Kelompok P5 plus 1 (Inggris, Perancis, Rusia, AS, Tiongkok dan Jerman) pada 2015. Pada tahun 2018, Presiden AS waktu itu, Donald Trump secara sepihak menarik AS dari permufakatna dan meningkatkan sanksi-sanksi terhadap Teheran. Sebagai balasannya, Iran telah mengurangi komitmen-komitmennya dalam permufakatan.
Sejak berkuasa, pemerintah pimpinan Presiden AS, Joe Biden menunjukkan perubahan dalam cara mendekati masalah nuklir Iran dibandingkan dengan pemerintah pimpinan pendahulunya, Donald Trump. Setelah dilantik, Jobiden telah menunjukkan minat kembali ke JCPOA kalau Teheran menaati kembali komitmen-komitmen dalam permufakatan. Joe Biden juga mengangkat jajaran pejabat politik dan keamanan yang telah mencapai permufakatan nuklir dengan Iran dalam masa bakti kedua pimpinan Presiden Barack Obama. Terpilihnya barisan pejabat ini bagaikan pengakuan dan pesan dari Presiden Joe Biden kepada Kongres dan para sekutunya di Eropa dan Iran.
Juru bicara Kemlu Iran, Saeed Khatibzzadeh (Foto: IRNA/VNA) |
Sementara itu, Iran berulang kali menegaskan bahwa Negara ini akan melaksanakan kembali dengan lengkap semua komitmen dalam permufakatan nuklir dengan syarat AS harus menghapuskan semua sanksi terhadap negara ini. Perkembangan-perkembangan ini menunjukkan bahwa sekarang ini sulit tercapai terobosan dalam mengadakan perundingan-perundingan untuk menyelamatkan JCPOA. Baik AS maupun Iran ingin meregenerasikan permufakatan nuklir 2015, tetapi masalahnya ialah siapa yang akan melaksanakan langkah-langkah awal atau memberikan konsesi dulu untuk mencapai target ini, jawabannya masih ditunggu di waktu mendatang.