(VOVWORLD) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Uni Eropa, pada Kamis (17 Oktober), telah mengesahkan permufakatan baru yang dicapai oleh Inggris dan Uni Eropa pada hari itu juga yang bersangkutan dengan keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit). Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk menyatakan bahwa dengan permufakatan baru itu, baik Uni Eropa maupun Inggris nampaknya akan segera lepas dari kekhawatirandan keletihan terakhir tentang Brexit.
Ilustrasi (Foto: internet) |
Di depan kalangan pers, Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson dan Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker menyatakan bahwa dua pihak telah mencapai satu permufakatan besar, satu permufakatan yang “adil dan seimbang” tentang Brexit. Menurut permufakatan yang bersejarah ini, Majelis Rendah Inggris akan melakukan langkah yang paling penting ialah mengadakan satu pemungutan suara yang yang mempunyai arti bersejarah pada tanggal 19 Oktober untuk memutuskan keluarnya Inggris dari rumah Uni Eropa. Selain itu, permufakatan ini juga perlu mendapat kesepakatan dari para pemimpin Uni Eropa, masalah yang dinilai akan menjumpai banyak rintangan.
Menyingkirkan klausul “backstop”
Di depan jumpa pers setelah pimpinan Uni Eropa dan Inggris mengumumkan permufakatan ini, kepala perunding Uni Eropa, Michel Barnier memberitahukan bahwa Uni Eropa dan Inggris telah lebih saling mendekat yang bersangkutan dengan klausul “backstop” dalam permufakatan baru. Sebelumnya, klausul “backstop” dalam permufakatan yang dicapai antara Uni Eropa dan pemerintah pimpinan PM Inggris, Theresa May meliputi serentetan ketentuan untuk menjamin tidak akan kembali ke garis perbatasan keras di Pulau Irlandia pada keadaan semua perundingan dagang pasca Brexit antara London dan Brussels tidak berhasil. Klasusul yang kontroversial ini dianggap sebagai sebab musabab yang membuat permufakatan Brexit yang sudah ditandatangani oleh dua pihak pada periode pimpinan mantan PM Theresa May, tapi ditolak oleh Majelis Rendah dalam tiga kali pemungutan suara. Uni Eropa menyatakan hanya mempelajari penghapusan klausul ini ketika pihak Inggris mengajukan satu solusi pengganti yang “efektif” dan memenuhi semua standar dari klaussul yang lama. Dalam permufakatan yang baru saja dicapai, Inggris dan Uni Eropa menyetujui rekomendasi PM Boris Johnson bahwa Irlandia Utara akan tetap tinggal di zona beacukai Kerajaan Inggris, tetapi barang dagagan yang diangkut melalui Inggris akan dikenai tarif kalau barang dagangan ini dianggap akan tiba di Irlandia dan kawasan pasar tunggal dari seluruh blok. Klausul “backstop” yang dibongkar merupakan terobosan dalam proses Brexit dan telah cepat mendorong nilai mata uang pound sterling Inggris meningkat 1% dengan kurs 1 pound sterling sama dengan 1,29 USD pada hari yang bersejarah tanggal 17 Oktober 2019.
Inggris terus terpecah-belah
Segera setelah PM Inggris, Boris Johnson dan kalangan otoritas Uni Eropa membenarkan telah mencapai permufakatan Brexit, pimpinan Partai Buruh oposisi di Inggris, Jemery Corbyn telah mengimbau kepada para legislator supaya menolak rancangan permufakatan ini, karena permufakatan ini tidak membantu persatuan tanah air. Dia menegaskan bahwa cara yang sebaik-baiknya untuk memecahkan masalah Brexit ialah menyerahkan suara terakhir kepada rakyat dalam satu referendum yang terbuka. Menurut dia, nampaknya PM Boris Johnson telah merundingkan satu permufakatan yang bahkan lebih buruk terbanding dengan permufakatan yang sudah dirundingkan oleh pendahulunya Theresa May. Dia memperingatkan bahwa semua rekomendasi baru yang diajukan oleh PM Boris Johnson bisa menimbulkan risiko terhadap keselamatan bahan makanan dan bahaya sistim perawatan kesehatan publik dan gratis yang dharap-harapkan oleh negara ini jatuh ke tangan grup-grup swasta Amerika Serikat. Permufakatan Brexit baru dari PM Boris Johnson juga terbentu dengan tentangan dari Partai Liberal Demokrat oposisi. Menurut pimpinan partai ini, Jo Swinson, permufakatan baru ini akan menimbulkan pengaruh negatif terhadap banyak bidang seperti ekonomi, jasa publik dan lingkungan hidup di Inggris. Pimpinan Partai Nasional Skotlandia (SNP), Nicola Sturgeon juga menyatakan akan tidak memberikan suara dukungan terhadap permufakatan Brexit baru dari PM Boris Johnson di Parlemen, karena permufakatan ini membuat keluarnya Inggris dari Uni Eropa menjadi jauh lebih sulit. Dia menunjukkan bahwa rekomendasi-rekomendasi baru dari Boris Johnson menunjukkan satu hubungan yang lebih longgar dengan Uni Eropa ketika mengungkapkan masalah-masalah seperti standar bahan makanan, perlindungan lingkungan dan hak-hak para pekerja.
Akan tetapi, Ketua Majelis Rendah Inggris, Jacob Rees-Mogg menyatakan bahwa Inggris telah mencapai satu permufakatan yang baik dengan Uni Eropa, menjamin seluruh Kerajaan Inggris menjadi satu persekutuan beacukai. Di depan Majelis Rendah, Rees-Mogg menegaskan bahwa ini merupakan satu permufakatan yang “benar-benar menyenangkan dan positif”, akan menghapuskan klausul “backstop” dan menjamin Inggris menjadi satu persekutuan beacukai tunggal.
Opini umum Uni Eropa memberi sambutan
Pada pihaknya, kepala rombongan perunding Brexit dari Uni Eropa, Michel Barnier menyambut permufakatan yang dicapai pada saat terakhir antara PM Inggris, Boris Johnson dan Uni Eropa menjelang KTT Uni Eropa, menganggap ini sebagai kompromi yang masuk akal yang akan membela semua kepentingan Eropa. Dalam keterangannya kepada kalangan pers, Michel Barnier menegaskan: “Kami telah mencapai satu permufakatan yang adil, masuk akal dan sesuai dengan semua prinsip kami”. Setuju dengan pandangan tersebut, Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk menilai permufakatan Brexit baru yang dicapai oleh Inggris dan Uni Eropa dan menyatakan: Satu permufakatan selalu lebih baik dari pada tidak ada permufakatan”. Presiden Perancis, Emmanuel Macron juga menyambut permufakatan baru yang dicapai antara Uni Eropa dan London dan menyatakan bahwa permufakatan ini mungkin akan disetujui oleh para legislator penganut skeptisisme dari Inggris. Ketika berbicara di depan pertemuan dengan para pemimpin moderat menjelang KTT Uni Eropa di Brussles, Presiden Macron menyatakan bahwa dia “cukup percaya bahwa permufakatan ini akan diesahkan dalam pemungutan suara di Parlemen Inggris”.
Setelah pernyataan dari Inggris dan Uni Eropa tentang tercapainya satu permufakatan Brexit pada tanggal 17 Oktober, semua mata sekarang ini tertuju ke arah London untuk melihat apakah PM Boris Johnson, orang yang berkomitmen membawa Inggris keluar dari Uni Eropa sebelum akhir bulan ini bisa merebut cukup dukungan agar permufakatan ini diesahkan oleh Parlemen sebelum tanggal 19 Oktober atau tidak.