(VOVWORLD) - Dianggap sebagai salah satu di antara tempat-tempat panas di Afrika dan dunia selama berbulan-bulan ini, krisis di Libia baru saja mengalami perkembangan penting, membuka harapan yang bisa menghentikan pertempuran berlumuran darah yang meledak kembali pada bulan April 2019 sehingga menewaskan lebih dari 2.200 orang dan membuat lebih dari 170.000 orang lain harus mengungsi. Akan tetapi, kalangan analis bersamaan itu memperingatkan masih terlalu dini untuk berharap pada satu perdamaian yang sesungguhnya bagi negara Afrika Utara ini.
Utusan Khusus PBB, Sekjen PBB, Kanselir Jerman dan Menlu Jerman (dari kiri) (Foto: AFP/VNA) |
Setelah upaya-upaya keras dari komunitas internasional, khususnya dua negara Rusia dan Jerman, Konferensi Internasional tentang Perdamaian Libia telah diadakan di Berlin, Ibukota Jerman pada akhir pekan lalu dengan dihadiri oleh pimpinan 11 negara, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan banyak organisasi internasional besar seperti Uni Eropa, Uni Afrika dan Liga Arab. Yang patut diperhatikan, konferensi ini telah mencapai hasil penting dengan kesepakatan dari para pihak tentang satu solusi politik bagi bentrokan ini.
Komitmen internasional dan harapan menghentikan bentrokan
Pada jumpa pers setelah konferensi pada tanggal 19 Januari, Kanselir Jerman, Angela Merkel menegaskan bahwa setelah proses perundingan yang serius dan kooperatif, semua pihak telah menyetujui satu solusi politik yang komprehensif untuk memecahkan krisis Libia. Kanselir Jerman percaya bahwa ini merupakan kemajuan pertama untuk mengarah ke perdamaian bagi warga Libia. Menurut itu, meskipun belum bisa segera memecahkan masalah-masalah, tapi konferensi ini telah berhasil menciptakan tekad dari semua pihak untuk menuju ke langkah-langkah selanjutnya, di antaranya ada kesepakatan tentang satu proses yang mengikat dengan tanggung-jawab semua pihak dalam misi menegakkan dan melaksanakan satu perintah gencatan senjata yang komprehensif.
Juga pada konferensi ini, semua negara telah berkomitmen akan tidak melakukan intervensi pada urusan internal Libia dan menghormati perintah embargo senjata terhadap Libia yang diesahkan oleh PBB pada tahun 2011.
Menurut kalangan analis, komitmen negara-negara dalam mendorong perdamaian, menghentikan intervensi dan tidak “memasukan secara rahasia” senjata ke Libia dipercaya akan turut mengurangi suhu situasi konfrontasi yang tegang sekarang ini dan menciptakan impuls bagi dialog dan kerujukan antara semua pihak di Libia.
Tantangan dan rintangan
Akan tetapi, banyak analis sementara itu memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk berharap pada satu solusi yang implementatif bagi bentrokan di negara Afrika Utara ini. Rintangan dan tantangan yang serius tetap ada, mengancam upaya mengatasi bentrokan yang dijalankan oleh komunitas internasional.
Pertama-tama karena dua pihak yang bermusuhan di Libia masih belum mencapai suara bersama. Justru di Konferensi Internasional di Berlin, hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh komunitas internasional ialah pertemuan antara pemimpin dua kekuatan yang bermusuhan terbesar di Libia telah tidak berlangsung. Menurut itu, pemimpin Pemerintahan Persatuan Nasional (GNA), Fayez al-Sarraj dan pemimpin kekuatan yang menamakan diri sebagai Tentara Nasional Libia (LNA), Jenderal Haftar telah tidak menerima dilakukannya pertemuan langsung. Justru wakil Rusia, negara yang punya pengarah besar terhadap kekuatan LNA telah menilai bahwa tidak bisa dilakukannya pertemuan antara dua pihak merupakan hal yang “sangat disesalkan”. Juga perlu ditambahkan bahwa hanya sepekan sebelumnya, wakil senior GNA dan LNA telah tidak bisa menyepakati satu perintah gencatan senjata yang dibina oleh Rusia dan Turki dalam perundingan di Moskow, Rusia. Kenyataan ini dimengerti bahwa kepercayaan antara dua pihak belum bisa ditegakkan atau meskipun terbentuk tapi belum cukup besar untuk bisa duduk bersama guna melakukan dialog satu sama lain.
Kedua karena situasi lapangan di Libia sedang teramat rumit dengan kehadiran banyak kelompok bersenjata yang sepenuhnya tidak termasuk pada faksi-faksi manapun dalam proses perundingan. Masalah menjamin agar kekuatan-kekuatan ini menaati satu perintah gencatan senjata dengan batas waktu sudah sulit, apalagi tentang masalah menaati satu proses perdamaian yang berjangka-panjang. Lebih-lebih lagi, perihal ada terlalu banyak negara yang melakukan intervensi dan punya pengaruh terhadap situasi di Libia juga merupakan satu tantangan. Banyak analis mencemaskan bahwa ketika situasi di sini mengalami perubahan menurut arah yang tidak menguntungkan sesuatu pihak internasional, maka komitmen tidak melakukan intervensi dari luar akan menghadapi bahaya tidak dipatuhi adalah sangat tinggi.
Walaupun begitu, dengan upaya yang serius dari semua pihak, khususnya Rusia dan Jerman, opini umum internasional tetap menaruh harapan tinggi terhadap perkembangan-perkembangan yang positif dalam proses perdamaian Libia dan percaya pada kemungkinan tercapainya perintah gencatan senjata pada waktu mendatang, membuka harapan menghentikan penderitaan terhadap warga dari negara Afrika Utara ini.