(VOVworld) - Hanya tinggal sehari lagi, pada Jumat (27 Juni) ini, permufakatan gencatan senjata dari Pemerintah pimpinan Presiden Ukraina, Petro Poroshenko - langkah pelaksanaan pertama dalam rencana perdamaian 14 butir tidak efektif lagi. Akan tetapi situasi di Ukraina tetap masih tidak ada tanda-tanda membaik dan sedang menghadapi bahaya terjebak ke dalam instabilitas yang lebih serius lagi.
Presiden Ukraina, Petro Poroshenko berseru kepada
semua pihak supaya melaksanakan gencatan senjata
(Foto: vietnamplus.vn)
Dalam satu perkembangan yang terkini, belum sampai 24 jam setelah Pemerintah Ukraina dan kaum pembangkang menyepakati gencatan senjata, pasukan separatis telah menembak jatuh satu helikopter Tentara Ukraina, sehingga menewaskan 9 orang. Sebelumnya, senapan tetap meletus dan bentrokan tetap terjadi secara sengit di semua kota di Ukraina Timur.
Pada saat kaum pembangkang mencela dan menuduh Kiev membuka serangan baru, Presiden Ukraina, Petro Poroshenko melemparkan kembali kesalahan kepada kaum pembangkang yang telah tidak mau meletakkan senjata, bersamaan itu mengancam akan menarik kembali gencatan senjata, membuka kembali operasi anti terorisme di bagian Timur. Jelaslah bahwa rencana perdamaian 14 butir dari Presiden baru UKraina, Petro Poroshenko dengan langkah pelaksanaan pertama yalah permufakatan gencatan senjata telah tidak mendapat kesempatan menjadi kenyataan.
Perang ideologi
Meskipun rencana perdamaian Presiden baru Ukraina, Petro Poroshenko meliputi banyak hal yang dinilai cukup positif, diantaranya ada yang patut diperhatikan yalah komitmen tentang pelaksanaan desentralisasi kekuasaan secara intensif dan ekstensif, akan tetapi menurut kalangan analis, ada banyak penyebab yang membuat rencana perdamaian dari Presiden Petro Poroshenko cepat terkubur.
Yang pertama, krisis Ukraina tidak semata-mata adalah perang antar-orang Ukraina, tapi persis-nya adalah perang ideologi antara di satu pihak yadalah orang-orang yang punya hubungan sejarah dengan Rusia dan di pihak lain adalah kekuatan pro Barat. Meledaknya instabilitas di Ukaina yang bersumber dari penolakan perundingan Ukraina untuk berunding masuk Uni Eropa adalah bukti jelas bagi konfrontasi antara Timur-Barat di negara Eropa Timur ini. Dan sekarang, Ukraina terus menjadi medan tempur konfrontasi antara Amerika Serikat dan Rusia. Masa depan Ukraina bergantung sangat besar pada bagaimana cara Rusia dan Amerika Serikat memecahkan masalah sekarang. Pada saat Rusia mendesak Amerika Serikat menimbulkan tekanan terhadap Kiev untuk segera menghentikan tindakan-tindakan militer dan memulai perundingan langsung dengan kawasan-kawasan di Ukraina Timur, sementara ituWashington berseru kepada Moskwa supaya menghentikan dukungan terhadap kekuatan separatis. Pada saat Rusia mengutuk Ukraina dengan tegas menindas warga di kawasan Ukraina Timur, Amerika Serikat beranggapan bahwa ini adalah tindakan penumpasan biasa yang dilakukan pengusaha Kiev, terpaksa menggunakan sebagai satu langkah untuk menjaga hukum dan ketertiban.
Memperdalam kontradiksi.
Jelaslah, Ukraina sedang dikuasai oleh dua negara adi kuasa dan tidak bisa menentukan sendiri masa depan-nya. Oleh karena itu, rencana yang dikeluarkan oleh Presiden Petro Poroshenko tidak meliputi rekomendasi dialog lebih bersifat ultimatum, tidak bisa diterima oleh pihak pembangkang adalah hal yang mudah dimengerti.
Ditambah lagi, Ukraina akan dengan resmi membubuhkan tanda tangan pada sebagian permufakatan konektivitas ekonomi dengan Uni Eropa pada 27 Juni ini, memanifestasikan komitmen terus melaksanakan politik reformasi institusi secara ekstensif dan intensif, akan memperdalam lebih lanjut kontradiksi antara Pemerintah Ukraina dan kekuatan separatis. Terhadap gerak-gerik baru ini, kecenderungan pro Eropa dari Pemerintah Ukraina, Petro Poroshenko pasti akan menghadapi tentangan yang lebih keras dari orang-orang yang mendukung federalisasi. Rencana Pemerintah Kiev dalam menstabilkan Tanah Air akan dirusak sendiri oleh rencana penadatanganan permufakatan dengan Eropa.
Akhirnya, sentimen putus asa dari rakyat Ukraina terhadap Presiden baru Ukraina, Petro Poroshenko juga menjadi penyebab yang membuat rencana perdamaian Ukraina sulit mencapai target. Sentimen putus asa dan kebosanan dari rakyat dimanifestasikan semakin jelas. Sikap tidak puas dari penduduk dimanifestasikan melalui kasus-kasus pengrusakan di luar Kedutaan Besar Rusia di Kiev akhir-akhir ini, setelah satu pesawat terbang Tentara Rusia ditembak oleh pasukan separatis. Sementara itu, banyak penduduk menyangsikan komitmen yang diajukan Presiden Petro Poroshenko dalam kampanye pemilu bahwa akan cepat menegakkan ketertiban dan memulihkan perdamaian.
Semua langkah pelaksanaan harus bertolak dari iktikat baik
Cepat menghentikan bentrokan, semua faksi bersama-sama duduk di meja perundingan untuk mencapai kesepakatan guna mengusahakan solusi atas krisis di Ukraina adalah hal yang sedang ditunggu- tunggu oleh komunitas internasional sekarang. Perihal Presiden Rusia, Vladimir Putin menarik kembali kemungkinan melakukan intervensi militer terhadap Ukraina sedang membuka indikasi positif bagi perdamaian di negeri ini.
Akan tetapi, opini umum sedang mengajukan pertanyaan apalah keputusan "memundurkan pasukan" dari Moskwa benar-benar berasal dari iktikat baik atau hanya merupakan solusi reaktif menjelang Konferensi Tingkat Tinggi Uni Eropa yang dilangsungkan pada 27 Juni ini saja, ketika semua sanksi ekonomi baru dari Amerika Serikat (AS) dan Barat sedang dipertimbangkan. AS di satu segi menyambut de-eskalasi yang dilakukan Rusia, akan tetapi masih tetap menekankan kemungkinan memperkuat semua sanksi kalau Rusia terus melakukan tindakan-tindakan intervensi Ukraina. Dari perkembangan sekarang ini, kalangan analis menilai bahwa perdamaian untuk Ukraina pada hari- hari mendatang tetap sangat tipis./.