Semua negara menentang tindakan militerisasi Laut Timur pada Dialog Shangri-La 2016
Hong Van -  
(VOVworld) – Setelah berlangsung selama 3 hari di Singapura (dari 3-5/6), situasi Laut Timur merupakan masalah yang mendapat perhatian khusus dan langsung disinggung sudah sejak dalam pidato pengarahan Dialog Shangri-La ke-15 sampai semua sesi perbahasan pada hari-hari sisanya dalam Dialog ini. Komunitas internasional sekali lagi menentang tindakan reklamasi dan militerisasi di Laut Timur, menekankan perlunya menjaga kebebasan maritim, kebebasan penerbangan serta penanganan sengketa-sengketa di Laut Timur melalui langkah-langkah damai, menghormati hukum internasional.
Menhan Jepang, Gen Nakatani berbicara pada sidang pleno ke-2 Dialog ini
(Foto: VOV)
Dibuka di Singapura pada Jumat (3/6), Dialog Shangri-La ke-15 yang diselenggarakan Institut Penelitian tentang Strategi Internasional (IISS) yang bermarkas di London, Inggeris telah menyerap partisipasi dari ratusan utusan yang adalah para Menteri Luar Negeri (Menlu), Menteri Pertahanan (Menhan) beserta berbagai pejabat keamanan tingkat tinggi dan para pakar asal berbagai negara.
Menentang tuntutan kedaulatan yang tidak masuk akal dari Tiongkok di Laut Timur
Tidak ada isi manapun yang dibahas secara terfokus dan memperoleh pendapat politik pada Dialog Shangri-La seperti masalah Laut Timur. Perhatian tentang Laut Timur semakin lebih kuat pada forum tahun ini karena Tiongkok memperkuat aktivitas reklamasi dan pembangunan pulau buatan secara ilegal. Hanya dalam waktu setahun saja, Tiongkok telah memperkuat berbagai patroli maritim dan membangun serentetan basis militer di dangkalan-dangkalan di Laut Timur. Sepanjang forum ini berlangsung, para Menhan berbagai negara, diantaranya ada Amerika Serikat, Inggeris, Perancis, Kanada dan India secara serempak menyerukan kepada Beijing supaya menghormati hukum internasional dan mendukung kebebasan maritim dan penerbangan di Laut Timur, tempat di mana ada banyak jalan laut yang penting di dunia.
Sudah sejak dalam pidato pembukaan Dialog tersebut, Perdana Menteri (PM) Thailand, Prayuth Chan-o-cha langsung mempersoalkan sengketa di Laut Timur pada posisi pertama diantara 7 kekhawatiran akan keamanan di kawasa Asia – Pasifik. Dia berpendapat bahwa kawasan dan dunia sedang berada pada situasi “tidak seimbang” dalam hal keamanan dan untuk bisa menegakkannya kembali, para pihak harus membina kepercayaan satu sama lain, saling menghormati dan mencapai kepentingan bersama. Bagi masalah Laut Timur, PM Thailand Prayuth Chan-o-cha berpendapat bahwa negara-negara peserta sengketa sebaiknya “mengajukan klaim kedaulatan menurut arah mengurangi kenasionalan dan lebih memperhatikan kepentingan bersama”. Sementara itu, pada sidang pleno pertama hari Sabtu (4/6) dengan tema: “Memecahkan tantangan-tantangan keamanan yang rumit di Asia”, Menhan Amerika Serikat, Ashton Carter juga menyatakan kecemasan atas tindakan-tindakan yang dilakukan Tiongkok di Laut Timur ketika dia menegaskan bahwa di Laut Timur, Tiongkok telah dan sedang melakukan tindakan-tindakan perluasan yang belum pernah ada presedennya, menimbulkan kecemasan akan perhitungan-perhitungan strategis Tiongkok. Tindakan itu justru telah menimbulkan kecemasan terhadap negara-negara yang bersangkutan sehingga Tiongkok terisolasi dalam hal pendirian. Menhan Ashton Carter juga berpendapat bahwa ketegangan di Laut Timur merupakan satu tantangan, tapi juga merupakan kesempatan bagi Tiongkok dan negara-negara lain di kawasan untuk membuat satu mekanisme untuk mencegah konflik.
Pada sidang pleno ke-2 dalam Dialog Shangri-La dengan tema “Mengelola persaingan militer di Asia” yang diadakan pada Sabtu (4/6), Menhan Jepang, Gen Nakatani juga berpendapat bahwa tindakan-tindakan Tiongkok itu sedang menciptakan satu tantangan terhadap status quo di kawasan dan ketertiban internasional. Dia menegaskan bahwa tidak ada satu negara manapun yang berdiri di luar masalah Laut Timur karena ia bersangkutan dengan keselamatan dan kebebasan maritim di satu kawasan yang amat penting bagi perdagangan global. Semakin menjadi negara adi kuasa semakin harus beraksi secara bertanggung jawab. Tidak ada satu negara manapun yang boleh menggunakan kekerasan untuk merealisasikan klaim-klaim kedaulatannya yang tidak masuk akal. Juga pada sesi pleno ini, Menhan India, Manohar Parrikar menegaskan bahwa ketegangan di Laut Timur terus merupakan kecemasan yang nyata. India menjunjung tinggi kebebasan maritim dan kebebasan penerbangan yang sesuai dengan hukum internasional, khususnya ialah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut tahun 1982 (UNCLOS-1982).
Menjunjung tinggi penaatan hukum internasional, bekerjasama daripada berkonfrontasi
Ketika berbicara di depan ratusan utusan dari negara-negara ASEAN, Asia, Eropa, Tiongkok dan Amerika Serikat, PM Thailand, Prayuth Chan-o-cha mengimbau kepada negara-negara peserta sengketa wilayah di Laut Timur supaya memilih bekerjasama daripada berkonfrontasi. Thailand mendukung solusi damai bagi semua sengketa itu, sesuai dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS-1982. Pemimpin Pemerintah Thailand ini berpendapat bahwa ASEAN harus bersatu dan menjunjung tinggi peranan hukum internasional dalam memecahkan masalah Laut Timur. Thailand percaya bahwa pelaksanaan secara lengkap dan efektif Deklarasi tentang cara berperilaku dari para pihak yang bersangkutan di Laut Timur (DOC) akan menciptakan suasana untuk mengatasi masalah dan mendukung soal cepat menyelesaikan perundingan tentang Kode Etik di Laut Timur (COC). Negara-negara peserta sengketa kedaulatan harus memanfaatkan semua kesempatan dan forum untuk menunjukkan ikhtikat politiknya dalam memecahkan masalah.
Menhan Jepang, Gen Nakatani mengimbau kepada semua negara supaya melaksanakan DOC secara serius, menghormati kebebasan maritim dan menangani sengketa melalui langkah-langkah damai, menaati semua keputusan internasional. Sementara itu, Menhan Perancis, Jean Yves Le Drian menegaskan daya-guna yang kuat dari UNCLOS-1982, dokumen yang menurut dia diterapkan di seluruh dunia. Menhan Jean Yves Le Drian menekankan bahwa hal yang terpenting untuk menangani sengketa di Laut Timur ialah harus menyusun COC.
Dialog Shangri-La ke-15 telah berakhir. Masalah Laut Timur terus menjadi isi perbahasan yang penting pada forum keamanan tersebut menunjukkan perhatian khusus dari komunitas internasional. Sekali lagi, fikiran tentang bekerjasama atau berjuang di atas semangat sama derajat, menghormati prinsip-prinsip hukum internasional dijunjung tinggi. Itulah patokan bagi para pihak peserta untuk menangani semua sengketa dan perbedaan, mengurangi bahaya terjadinya konflik, bersama-sama mengusahakan solusi-solusi yang sesuai dengan hukum dan kebiasaan internasional, turut menjaga kestabilan di kawasan dan di dunia.
Hong Van