(VOVWORLD) - Pada hari-hari terakhir tahun 2017, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Eropa yang dilangsungkan di Brussels (Belgia) telah sepakat berpindah ke tahapan ke-2 perundingan tentang keluarnya Inggeris dari Uni Eropa (atau Brexit) untuk berbahas tentang masa depan hubungan dagang antara Inggeris dan Uni Eropa. Terobosan ini telah menutup tahapan pertama perundingan yang sulit tentang Brexit pada tahun 2017.
Putaran ke-2 perundingan tentang Brexit berakhir dalam ketegangan dan kemacetan-Ilustrasi. (Foto: euractiv)
|
Kalau orang Inggeris memberikan suara memilih meninggalkan rumah bersama Uni Eropa sebagai peristiwa yang mengguncangkan dunia pada tahun 2016, maka perundingan antara dua pihak pada tahun 2017 memakan kertas dan tinta dari kalangan pers, memakan tenaga dan perhitungan dari Inggeris dan 27 negara anggota Uni Eropa.
Tahapan pertama yang mengalami kesulitan.
Mengawali perundingan dari tanggal 19 Juni 2017 di Brussels (Belgia), Inggeris dan Uni Eropa, selama 6 bulan ini, telah mengadakan dialog-dialog dengan banyak perselisihan, sering kali seoleh-oleh seperti mengalami kemacetan karena perceraian ini terbentur dengan kepentingan-kepentingan poros, banyak masalah yang dimiliki oleh Inggeris dan Uni Eropa, di antaranya ada tiga masalah kunci yaitu hak kewarga-negaraan, masalah Irlandia dan Irlandia Utara dan kewajiban keuangan Inggeris. Presiden Komisi Eropa, Jean-Claude Juncker, pada bulan Oktober lalu, telah menganggap bahwa perundingan-perundingan tentang Brexit harus mencapai prestasi-prestasi barulah bisa berpindah ke tahapan ke-2. Pada saat Kepala Perunding Uni Eropa tentang Brexit, Michel Barnier juga menegaskan beberapa perselisihan yang serius tetap belum dipecahkan, khususnya yang bersangkutan dengan masalah keuangan. Bahkan, Parlemen Eropa, pada tanggal 3 Oktober, juga mengesahkan rekomendasi untuk berseru kepada pimpinan Uni Eropa supaya menunda diadakannya tahapan perundingan selanjutnya tentang Brexit. Menurut badan ini, perundingan-perundingan tentang Brexit belum menghasilkan cukup kemajuan untuk mulai membahas masa depan hubungan Inggeris-Uni Eropa.
Pada pihak Inggeris, Menteri urusan Brexit, David Davis juga harus mengakui bahwa ini merupakan perundingan yang paling rumit selama ini terhadap “wilayah negeri embun” ketika hanya ada sedikit kekeliruan saja, bisa membuat Inggeris menderita kerugian keuangan sampai miliaran GBP (Pound sterling) . Bahkan, sudah ada saat Menteri David Davis menyatakan bahwa Inggeris mempersiapkan keluarnya tanpa mencapai satu permufakatan tentang Brexit dan Uni Eropa akan tidak bisa ada yang mereka inginkan jika tetap terus mempertahankan tuntutan yang terlalu tidak masuk akal terhadap negara ini.
Namun, melampaui rintangan-rintangan yang tampaknya seperti tidak mencapai konsesi, akhirnya baik Inggeris maupun Uni Eropa telah menuju ke kespakatan tentang permufakatan perceraian pada tanggal 8 Desember ini. Dan sepekan kemudian, di KTT Uni Eropa yang terakhir pada tahun 2017 ini, para pemimpin dari negara-negara anggota Uni Eropa sepakat berpindah ke tahapan ke-2 perundingan tentang Brexit untuk berbahas tentang masa depan hubungan dagang antara Inggeris dan Uni Eropa.
Posisi menguntungkan berada di pihak Uni Eropa.
Dalam sepanjang proses perundingan bisa dilihat bahwa keuntungan berada di pihak ke Uni Eropa ketika Pemerintah Inggeris cukup bingung, tidak berhasil mengeluarkan satu peta jalan yang kongkrit atau satu strategi perundingan yang jelas dan bersifat menjelujuri sejak permulaan. Hanya satu tahun setelah referendum, perundingan tentang Brexit dengan Uni Eropa baru berlangsung. Atau kata lain, negeri Inggeris memasuki perundingan-perundingan dengan jasmani dan rokhani yang tidak baik. Pihak Inggeris karena teramat tergesa-gesa ngin membahas hubungan dagang masa depan, telah menyetujui hampir semua persyaratan yang dikeluarkan oleh Uni Eropa.
Bertentangan dengan Inggeris, salah satu di antara sukses-sukses besar yang dicapai oleh Uni Eropa ketika menangani dokumen tentang Brexit, yaitu persatuan antara 27 negara anggota. Mereka mengerti bahwa kalau tidak menangani dengan baik dokumen tentang Brexit, maka bahaya menularnya separatisme akan mengancam eksistensi seluruh blok ini. Selain itu, dua puluh tujuh negara sama sekali tidak ingin menebus kekurangan keuangan blok ini karena keluarnya Inggeris dari Uni Eropa, sehingga harus bersatu untuk memaksa Inggeris membayar sebanyak mungkin. Persatuan 27 negara tentang masalah ini membantu para perunding Uni Eropa bisa mempertahankan sikap bersikeras terhadap pihak Inggeris dalam waktu yang relatif panjang.
Barang kali karena itu, permufakatan tentang Brexit yang baru saja dicapai pada tanggal 8 Desember ini lebih menguntungkan Uni Eropa karena London telah menunjukkan konsesi tertentu ketika mengakui wewenang Mahkamah Hukum Eropa dalam beberapa kasus hukum yang bersangkutan dengan kepentingan dari 3 juta warga negara Eropa yang sedang hidup dan bekerja di Inggeris. Negeri Embun juga menjamin akan tidak ada garis perbatasan keras di Irlandia Utara yang selama ini menjadi rintangan yang paling besar dalam perundingan tentang permufakatan Brexit belakangan ini. Akhirnya, tentang kewajiban keuangan, masalah yang menimbulkan reaksi kuat dari kalangan otoritas Inggeris selama ini juga diatasi ketika Inggeris setuju membayar dana dari 45 sampai 50 miliar Euro (sama dengan dari 47 sampai 52 miliar USD) kepada Uni Eropa.
Tahapan pertama perundingan tentang Brexit telah berakhir ketika tiga masalah kunci yaitu hak kewarga-negaraan, masalah Irlandia dan Irlandia Utara dan kewajiban keuangan Inggeris telah dipecahkan. Pada tahun 2018, Uni Eropa dan Inggeris akan meneruskan proses perundingan untuk mengusahakan satu permufakatan dagang bilateral. Ini merupakan penggalan jalan yang lebih sulit dari pada tahapan pertama karena target yang ditujui oleh Uni Eropa dan Inggeris ialah mencapai satu permufakatn dagang yang berjangka panjang, berpengaruh terhadap kepentingan-kepentingan nasional yang bersifat strategis dari kedua pihak, oleh karena itu semua butir juga akan merupakan satu perundingan yang sulit.