(VOVworld) - Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-12 Organsiasi Kerjasama Islam (OIC) dieselenggarakan dari 6 - 7 Februari di Kairo (ibu kota Mesir).
Ilustrasi.
(Foto: internet)
Disamping topik-topik perbahasan pada KTT kali ini, opini umum juga menaruh perhatiankhusus memperhatikan kunjungan yang dilakukan Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad ke Mesir, karena ini merupakan kunjungan pertama yang dilakukan oleh seorang kepala negara Republik Islam ke negeri Piramida sejak tahun 1979. Pendekatan antara dua negara adikuasa di Timur Tengah bisa memberikan tanda-tanda posisif untuk perdamaian di kawasan.
Iran dan Mesir adalah dua negara yang mempunyai jumlah penduduk paling banyak di Timur Tengah, akan tetapi hubungan antara Kairo dan Mesir mengalami kebekuan setelah revolusi Islam tahun 1979. Dibawah zaman kepemimpinan mantan Presiden Hosni Mubarak, hubungan antara dua negara menjumpai tidak sedikit kesulitan. Mesir bagi umat Muslim sekte Sunni menduduki keunggulan, selalu menciptakan persekutuan dengan negara-negara Arab lain untuk mengisolasi Iran. Dalam waktu panjang, Mesir menuduh Iran mendukung kaum pembangkang kelompok Hezbollah yang berintrik melakukan tindakan-tindakan permusuhan sehingga mendestabilkan Mesir dan menganggap Iran sebagai faktor yang menimbulkan instabilitas di Timur Tengah. Tetapi, sejak rezim pimpinan mantan diktator Hosni Mubarak runtuh dan organisasi Ikhwanul Muslimin berkuasa di negeri Piramida ini, hubungan antara Kairo dengan Teheran telah menunjukkan tanda-tanda baik.
Presiden Hosni Mubarak.
(Foto: intrnet).
Pertama-tama yalah kunjungan Presiden Mesir Mohamed Morsi di Iran pada Agustus untuk menghadiri KTT gerakan noblok. Pada waktu itu juga, dua fihak telah memutuskan membuka kembali kedutaan besar di masing-masing negara. Tentang masalah - masalah di kawasan, meskipun mempunyai pandangan-pandangan yang bertentangan, seperti kriris politik di Suriah, tetapi Teheran dan Kairo sama-sama memberikan reaksi yang sangat hati-hati, menghindari kerugian terhadap hubungan bilateral yang sedang diusahakan oleh dua pihak yang sedang dibina kembali. Baru-baru ini, Menteri Luar Negeri Iran Ali Akbar Salehi telah melaksanakan kunjungan di Kairo untuk berbahas tentang masalah konektivitas orang Muslim di kawasan. Jelaslah, ini merupakan tanda-tanda yang positif dalam hubungan bilateral Iran-Mesir setelah dalam satu waktu panjang putus hubungan diplomatik.
Pada latar belakang itu, kunjungan Presiden Iran, Mahmoud Admadinejad mendapatkan perhatian khusus dari opini umum baik di kawasan maupun di dunia. Menurut kalangan analis, dua negara adikuasa di Timur Tengah ini punya cukup alasan untuk saling mendekat. Pertama-tama ialah bertolak dari tekat masing-masing pihak. Bagi Iran, konektivitas dengan Mesir akan membuka pintu bagi Iran untuk berintegrasi pada semua negara Arab, meredakan ketegangan antara dua blok Islam sekte Sunni dan sekte Shyiah. Penggalangan hubungan yang lebih dekat dengan Mesir juga membantu Iran lebih mengurangi keterisolasian dalam menghadapi kepungan dan sanksi yang diterapkan oleh Amerika Serikat, Barat dan negra-negara lain di kawasan. Khususnya dalam menghadapi satu Israel yang sedang dianggap sebagai musuh papan atas dari semua negara Arab di Timur Tengah, Teheran semakin bertekad menyingkirkan semua rintangan untuk memulihkan kembali hubungan diplomatik dengan Kairo.
Bagi Mesir, citra satu negeri piramida yang tenggelam di tengah-tengah instabilitas politik, demomonstrasi - demonstrasi dan huru hara telah membuat peranan dan posisi negara ini di kawasan banyak menurun. Oleh karena itu, untuk kembali memanifestasikan peranan, memperbaiki posisinya di kawasan, tidak yang lain kecuali menganekaragamkan hubungan - hubungan di kawasan, mempertahankan hubungan dengan semua negara adi kuasa, diantaranya ada Iran. Kerjasama erat dengan Iran membuka jalan bagi Mesir menjadi satu unsur dalam keseimbangan politik di kawasan, menurunkan ketergantungan pada Amerika Serikat. Hubungan Israel- Mesir sekarang ini tidak kondusif, karena semua kontradiksi yang bersangkutan dengan hadirnya tentara untuk menindas kaum pembangkang di semenanjung Sinai juga menjadi faktor pengaruh bagi Kairo – Teheran untuk saling mendekati.
Kunjungan yang dilakukan Presiden Admadinejad tidak hanya menciptakan kesmepatan mendorong kerjasama antara dua negara adi kuasa Timur Tengah saja, melainkan juga membuka pertanda-pertanda optimis sehingga menciptakan fundasi kestabilan politik di masing-masing negara di kawasan. Jabatan tangan yang hangat antara Tehran dan Kairo setelah waktu jangka panjang yang terhenti merupakan pertanda positif, menjanjikan satu perdamaian dan kesejahteraan di kawasan yang sedang panas ini./.