(VOVWORLD) - Yunani pada 21 Mei, menyelenggarakan pemilihan parlemen periodik untuk membuat persiapan bagi pembentukan pemerintah baru sebagai pengganti pemerintah petahana pimpinan Perdana Menteri (PM) Kyriakos Mitsotakis. Berlangsung di latar belakang Yunani pada khususnya dan seluruh Eropa pada umumnya sedang menghadapi banyak tantangan besar, pemilihan umum tersebut tidak hanya dianggap sebagai satu ujian keras tentang kepercayaan pemilih terhadap Pemerintah Petahana Yunani, tetapi juga mengajukan tantangan-tantangan yang serius terhadap Athena dan Eropa.
Pemilih Yunani dalam pemilihan umum di Athena pada 21 Mei 2023 (Foto: AFP/VNA) |
Dalam pemilihan di Yunani kali ini diikutsertai oleh 36 partai dan persekutuan dengan sekitar 10 juta pemilih yang mendapat cukup martabat untuk memberikan suara. Hasil pemeriksaan suara menunjukkan bahwa Partai Demokrasi Baru yang berkuasa pimpinan PM Kyriakos Mitsotakis terus mendapat dukungan terbanyak dari pemilih (40,8 persen), berlipat dua kali dibandingkan dengan lawannya yang terbesar yaitu partai sayap kiri radikal Syriza yang mendapat 20,1 persen. Partai PASOK Sosialis menduduki posisi ketiga. Namun, karena tidak merebut mayoritas suara yang diperlukan, maka Partai Demokrasi Baru tidak dengan diri sendiri membentuk pemerintah baru sehingga mendorong Yunani ke dalam keadaan harus ada persekutuan antarpartai untuk membentuk pemerintah atau harus menyelenggarakan pemilihan putaran kedua. Ini adalah skenario yang sudah diperkirakan oleh para analis, mencerminkan konteks sosial-politik yang rumit dan tantangan yang sedang dihadapi Yunani saat ini.
Konteks dengan Banyak Tantangan
Pemilihan parlemen baru di Yunani berlangsung pada latar belakang yang tidak menguntungkan bagi pemerintah dan partai yang berkuasa. Di segi sosial-ekonomi, seperti halnya semua negara lain di Eropa, Yunani sedang menderita banyak dampak yang tidak menguntungkan dari krisis di Ukraina, sementara itu harus bergulat menghadapi kesulitan akibat Pandemi Covid-19. Ditambah lagi Yunani juga menghadapi kesulitan yang bertumpuk-tumpuk setelah lebih dari satu dekade terkena dampak serius akibat krisis utang yang terburuk dalam sejarah negara ini. Akibatnya, kekuatan perekonomian merosot, persentase pengangguran meningkat tinggi, kesejahteraan warga dikurangi dan sebagainya. Hingga Agustus tahun lalu, Yunani barulah menghapuskan langkah pengawasan tambahan tentang keuangan yang dilaksanakan oleh Uni Eropa selama 12 tahun. Oleh karenanya, memulihkan perekonomian untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang bertumpuk-tumpuk saat ini dianggap sebagai tugas yang paling menantang bagi pemerintah baru manapun di masa bakti mendatang.
PM Yunani, Kyriakos Mitsotakis dan para pendukung di Athena (Foto: Reuters) |
Tidak hanya begitu saja, arena politik Yunani juga belum berhasil ke luar dari ketegangan yang berkepanjangan selama berbulan-bulan ini, terkait tuduhan terhadap pemerintah pimpinan PM Kyriakos Mitsotakis yang menguping para politisi, wartawan dan wirausaha di dalam negeri. Puncaknya ketegangan ini ialah pada 27 Januari lalu, Parlemen Yunani harus melakukan mosi tak percaya terhadap pemerintah menurut tuntutan faksi oposisi. Meskipun PM Kyriakos Mitsorakis dan kabinetnya telah berhasil mengatasi mosi tak percaya ini dengan persentase yang sempit (156 suara pro dan 143 suara kontra), namun peristiwa ini telah menunjukkan keberantakan dan kontradiksi serius antarfaksi di arena politik maupun masyarakat Yunani. Fakta ini juga dianggap sebagai satu tantangan besar lagi yang harus diatasi pemerintah baru manapun yang dibentuk di Yunani setelah pemilihan umum kali ini.
Prospek
Menurut beberapa analis, hasil pemilihan umum ini telah mencerminkan secara tepat kecemasan masyarakat Yunani dan banyak pemimpin Eropa. Yaitu tidak ada partai politik manapun yang memperoleh lebih dari 50 persen jumlah kursi yang diperlukan di parlemen masa bakti 4 tahun mendatang untuk membentuk pemerintah sendiri. Hal itu berarti bahwa ketiga partai yang memperoleh kursi yang terbanyak akan harus melakukan perundingan satu sama lain atau dengan partai lain untuk membentuk satu persekutuan yang berkuasa. Dengan skenario ini, partai manapun yang merebut hak membentuk pemerintah juga harus membagi kekuasaan dengan partai dalam persekutuan. Hal itu mengurangi kemampuan partai yang memimpin pemerintah dalam mengeluarkan keputusan-keputusan secara independen, bersamaan dengan itu menghadapi bahaya keruntuhan dalam persekutuan yang berkuasa dalam proses kegiatannya kalau tidak mendapat kompromi dengan partai dalam persekutuan ketika terjadi kontradiksi atau perselisihan pendapat. Jelaslah bahwa satu pemerintah yang kurang stabilitas dan dibatasi kemungkinan mengeluarkan keputusan bukanlah hal yang diinginkan Yunani dan Uni Eropa.
Hal ini menjelaskan mengapa dalam pernyataan tanggal 22 Mei segera setelah ditunjuk oleh Presiden Katerina Sakellaropoulou untuk membentuk pemerintah baru, PM Yunani, Kyriakos Mitsorakis menegaskan tidak akan membangun pemerintah persekutuan, dan menyatakan harapan bahwa pemungutan suara putaran kedua bisa berlangsung pada 25 Juni mendatang. Sementara itu, juru bicara Partai PASOK Sosialis, Mititris Mantzos juga menilai bahwa saat ini tidak ada kemungkinan bagi kerja sama antarpartai untuk membentuk persekutuan yang berkuasa, oleh karena itu, Yunani mungkin berpindah ke pemungutan suara baru.
Dengan kenyataan ini, dimungkinkan Presiden Yunani harus menunjuk satu pemerintah sementara untuk mempersiapkan pemilihan putaran kedua. Diselenggarakannya pemlihan putaran kedua dianggap akan meningkatkan peluang menang bagi PM Kyriakos Mitsorakis dan Partai Demokrasi Baru. Beberapa analis menilai ini adalah skenario terbaik bagi Yunani pada konteks saat ini. Karena, partai manapun yang merebut hak memimpin pemerintah juga harus menghadapi tantangan dan risiko yang lebih besar, terutama dalam menyelenggarakan kebijakan ekonomi dibandingkan Partai Demokrasi Baru – partai yang telah membuktikan kemampuan nyata dengan membantu Yunani mencapai taraf pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen pada tahun lalu, taraf lebih tinggi dibandingan dengan taraf rata-rata sebesar 2,6 persen di Uni Eropa.