(VOVworld) – Etnis minoritas Gie Trieng adalah salah satu di antara etnis-etnis minoritas yang tinggal di bagian Timur Laut dari barisan gunung Truong Son. Jumlah penduduk etnis Gie Trieng kira-kira 50.000 jiwa yang pada pokok-nya tinggal di propinsi Kon Tum. Selain khazanah kebudayaan rakyat-nya yang beranekaragam, warga etnis minoritas Gie Trieng tetap masih mempertahankan adat pernikahan yang khas.

Adat " kayu berjanji menikah " yang disiapkan
gadis etnis minoritas Gie Trieng.
(Foto: dulichtaynguyen.org).
Ketika mengunjungi dukuh-dukuh etnis Gie Trieng, mudah dilihat banyak keluarga yang punya tumpukan-tumpukan kayu bakar yang dipotong sama panjang, diatur rapi di ujung rumah atau di halaman rumah yang ditutupi baik-baik. Itulah “kayu bakar berjanji menikah” yang dimiliki para gadis etnis Gie Trieng. Ketika sudah berusia 15 tahun ke atas, mereka mulai masuk hutan untuk mengambil kayu bakar guna memenuhi syarat "menangkap suami". Setiap kali pergi ke huma, para ibu memberi tuntunan secara teliti bagaimana cara menemukan “kayu bakar berjanji menikah”kepada anak perempuannya. Kriterium menebang kayu bakar banyak-banyak dan indah sama artinya bahwa di kemudian hari, cinta kasih dua asyik- masyuk itu semakin mendalam.
Warga etnis Gie Trieng menganggap bahwa hanya perlu melihat tumpukan kayu bakar itu saja sudah bisa menduga akan watak dan keprigelan si gadis, apakah gadis itu pandai atau kikuk. Batang kayu bakar dipotong sama panjang, ikatannya rapi itu berarti gadis itu adalah seorang gadis yang prigel. Batang-batang kayu bakar kecintaan ini merupakan mahar khusus yang diberikan pengantin perempuan untuk menghangatkan orang tua suami pada musim dingin. Ini dianggap sebagai adat sehat yang membawa banyak makna kemanusiaan, memanifestasikan watak rajin dari wanita etnis Gie Trieng, satu ciri budaya indah yang melambangkan kecintaan pemuda-pemudi. Saudari Y Hong, Ketua Komite Rakyat kecamatan Dac Duc, kabupaten Ngoc Hoi, propinsi Kon Tum memberitahukan: “Adat “kayu bakar berjanji menikah” dari warga etnis Gie Trieng merupakan satu adat yang indah. Ketika melaksanakan adat- kebiasaan pernikahan ini, para gadis harus memotong banyak kayu bakar. Mereka harus memotong kira-kira 100 ikatan kayu bakar baru bisa menikah”.
Menurut adat warga etnis Gie Trieng, kaum perempuan aktif dalam masalah pernikahan dan pilihan anak-anak-nya dihormati orang tua mereka. Kalau mau menikah, para gadis tidak hanya harus menyiapkan kayu bakar berjanji menikah saja, melainkan juga harus pandai dalam menganyam tikar, menenun kain (khusus-nya, di daerah-daerah di mana ada kejuruan menenun kain).
Upacara pernikahan dari warga etnis Gie Trieng dibagi menjadi dua bagian yalah upacara meminang dan upacara pernikahan. Upacara meminang diselenggarakan secara rahasia pada malam hari dan hanya dihadiri oleh sanak keluarga dekat dari laki-laki dan pengantin perempuan saja.
Setelah upacara meminang selesai di fihak keluarga calon pengantin laki-laki, fihak keluarga calon pengantin perempuan menjemput fihak keluarga calon pengantin laki-laki dan ke rumah fihak calon pengantin perempuan untuk menyelenggarakan lagi upacara meminang. Pada hari baik, upacara pernikahan akan diselenggarakan pada siang hari. Pada saat ini, pekerjaan yang penting yalah memindahkan semua ikatan kayu bakar dari rumah fihak calon pengantin perempuan ke rumah fihak calon pengantin laki-laki. Untuk memberikan balasan, fihak calon pengantin laki-laki memberikan kepada fihak calon pengantin perempuan satu paha babi, sejumlah beras, garam, cabai dan satu botol miras kepada fihak calon pengantin perempuan. Setelah upacara tersebut selesai, fihak keluarga pengantin laki-laki dan fihak keluarga pengantin perempuan saling mengucapkan selamat dengan bentuk acara dendang sayang sampai lepas lohor. Saudara Doan Hoai Thuat seorang wisatawan yang menghadiri upacara pernikahan warga etnis Gie Trieng memberitahukan: “Saya bisa berpartisipasi dalam tari-tarian pada upacara pernikahan warga etnis Gie Trieng. Dengan tari-tarian yang aneh dari warga etnis ini, saya bisa menari bersama dengan para warga daerah ini, saya merasa sangat gembira”.
Adat kayu berjanji menikah dari warga etnis Gie Trieng sekarang ini dilaksanakan secara simbolik. Dalam setiap upacara meminang dan upacara menikah dari dua asyik-masyuk, fihak keluarga calon pengantin perempuan hanya menyiapkan dari 10-15 ikatan kayu bakar yang dibawa gadis itu ke rumah fihak suaminya saja. Pekerjaan ini tercantum dalam naskah peraturan desa, melalui itu turut melestarikan lingkungan hidup.
Adat “kayu bakar berjanji menikah” tidak hanya merupakan satu adat kebiasaan saja, melainkan juga merupakan satu ciri budaya yang indah dan pendidikan yang khas dari warga etnis Gie Trieng. Adat ini justru merupakan satu tolok ukur dari watak dan karakter para warga etnis Gie Trieng, tidak hanya menandai tumbuh mendewasa-nya si pemuda dan pemudi saja, melainkan juga membawa arti mengenai kemampuan berdikari dalam kehidupan. Kehidupan masyarakat sekarang ini mengalami banyak perubahan, tapi warga etnis Gie Trieng sekarang masih tetap menjaga adat ini seperti pesan cinta kasih yang tak ternilaikan harganya dalam hari pernikahan yang tidak bisa diganti dengan sesajian manapun.