(VOVWORLD) - Kalau datang ke daerah dataran tinggi Tay Nguyen, terutama saat ada festival-festival, pengunjung akan bertemu dengan para laki-laki yang mengenakan tas kain ikat berukuran kecil dan indah. Itulah tas cangklong (disebut K'thep dalam bahasa etnis minoritas Bana), satu aksesoris penting dalam pakaian tradisional laki-laki etnis minoritas Bana, antara lain: baju, cawat, ikat kepala, dan tas.
Menurut pengertian masyarakat Bana, laki-laki sering harus bergerak, kadang ke sawah, kadang ke huma, kadang main gong. Oleh karena itu, agar bisa nyaman dalam aktivitas sehari-hari maupun saat memainkan instrumen musik, warga etnis Bana telah menciptakan tas kain ikat cangklong. Dalam kehidupan sehari-hari pada masa lalu, laki-laki etnis Bana sering mengenakan cawat, bertelanjang dada, atau mengenakan kemeja kain ikat lengan pendek, tanpa saku, dan ikat kepala. Oleh karena itu, akan sangat sulit jika ingin membawa barang sehari-hari seperti pipa rokok, perhiasan, cincin, gelang atau barang pribadi lainnya akan sangat sulit. Oleh karena itu, tas K'thep telah dibuat oleh masyarakat Bana untuk membawa barang sehari-hari:
“Orang menyimpan pipa rokok, obat-obatan, dan barang-barang pribadi dalam tas. Pada hari raya dan hari ibadah, kami wajib memakainya. Perempuan tidak memakainya, hanya laki-laki saja. Perempuan hanya memakai rok biasa dan keranjang gendong punggung. Laki-laki membawa tas, parang dan bonang.”
“Saat memainkan gong dan bonang juga memakai tas ini. Karena ketika saya memainkan gong dan bonang, saya memakai cawat dan tidak ada tempat untuk menyimpan barang-barang, saya menyimpan semuanya di dalam tas ini”.
Tas cangklong- aksesoris penting dalam pakaian tradisional laki-laki etnis minoritas Bana |
Untuk memiliki sebuah tas K'thep yang memuaskan, masyarakat Bana menenun dan menyulamnya secara sangat teliti. Tasnya berbentuk persegi, panjang dan lebarnya sekitar 20 sentimeter, dengan motif di setiap sisi tas. Oleh karena itu, waktu untuk membuat tas kain ikat ini cukup lama. Menyulam dan menenun tas dikerjakan oleh perempuan. Artisan Dinh Ply, Kecamatan To Tung, Kabupaten Kbang (Provinsi Gia Lai), mengatakan bahwa tas didesain kompak, dilengkapi dengan pola pada permukaan tas yang membutuhkan ketelitian. Oleh karena itu, tas hanya dibuat oleh perempuan dengan ketekunan dan kecerdikan tertentu:
“Di daerah Tay Nguyen, laki-laki tidak membuat tas. Mulai dari menenun hingga mewarnai, membuat benang adalah pekerjaan perempuan. Warnanya hitam, merah, putih dan kuning.
Tas yang dibawa oleh laki-laki selalu berwarna merah putih sebagai aksentuasi pada busananya dengan warna utama ialah hitam. Menurut penjelasan masyarakat Bana, warna putih dan merah melambangkan vitalitas, kegairahan, kecintaan dan aspirasi. Warna hitam melambangkan tanah, perkecambahan dan cakupan pohon. Artisan Dinh Ply berbagi pendapat:
“Pembuatan tas ini membutuhkan waktu hingga satu bulan baru selesai. Satu helai kain ikat bisa ditenun menjadi 5 sampai 6 tas. Kemudian orang-orang membuat hiasan, tergantung pada kesukaan mereka masing-masing”.
Agar tasnya semakin unik, banyak pengrajin juga menenun gambar-gambar binatang yang mereka temui saat bekerja atau saat pergi ke hutan. Itu bisa berupa jejak kaki burung, cakar beruang, atau gambar elang di langit. Semua gambar dan penampakan binatang dapat ditenun dan disulam oleh masyarakat Bana pada tas kain ikat K'thep:
“Motifnya meliputi bunga dan dedaunan di hutan berbentuk berlian, persegi, bahkan jejak kaki binatang. Masyarakat akan menenun apapun yang ada di hutan.”
Motif dekoratif membuat tas kain ikat dari warga etnis Bana menjadi unik. Dari cara berpikir yang sederhana, masyarakat menjadikan alam sebagai model untuk menciptakan bentuk dan produk yang unik dan baru, dan juga merupakan keunikan dalam kebudayaan masyarakat Bana./.***)