(VOVWORLD) - 28 Januari 1941, 30 tahun setelah pergi ke luar negeri untuk mencari jalan menyelamatkan tanah air, Presiden Ho Chi Minh kembali ke Vietnam dan menginjakkan kaki di tanah Pac Bo, Kecamatan Truong Ha, Kabupaten Ha Quang, Provinsi Cao Bang. Sejak saat itu, citra "Pak Ke" yang lugas, lembut, dan sangat mencintai rakyat dengan sepenuh hati selalu terukir di hati rakyat Pac Bo, Cao Bang.
Bapak Duong Chi Quan membakar hio di altar Presiden Ho Chi Minh (Foto: VOV) |
Saat itu di desa Pac Bo, penduduk desa tidak merasa kenyang dan pakaian mereka tidak cukup hangat. Pada saat itu, seorang pengunjung aneh muncul di desa Bo Bam. Seorang yang tinggi, kurus, dengan wajah kelihatan sangat baik hati. Tidak ada yang tahu siapa nama tamu itu, hanya tahu bahwa warga memanggilnya “Pak Ke”, ada yang memanggilnya “Gia Thu”. "Pak Ke", diterjemahkan dalam bahasa etnis Tay berarti "orang tua", sering menjadi panggilan akrab dan penuh rasa sayang. “Pak Ke” datang, ia memperhatikan semua orang, memandikan anak kecil, membantu orang tua, mengajari anak muda melek huruf, mengajari cara menanam sayuran, dan meningkatkan produksi. Mendapat pelajaran dari “Pak Ke”, rakyat Pac Bo pun menjadi tercerahkan dan bangkit untuk melakukan revolusi. Hanya dalam waktu singkat, di Ha Quang, berbagai organisasi penyelamatan nasional didirikan, seperti: Petani Penyelamat Tanah Air, Pemuda Penyelamat Tanah Air, Anak Penyelamat Tanah Air, dan sebagainya. Gerakan revolusi itu bagaikan percikan api yang dinyalakan Paman Ho dari Pac Bo, lalu menyebar ke seluruh negeri, meledak menjadi badai revolusi untuk membebaskan bangsa dari perbudakan.
Di ujung desa terdapat rumah panggung luas milik Hoang Thi Khin, yang bersama dengan suaminya, Nong Quoc Phong, secara langsung membawakan nasi bagi Presiden Ho Chi Minh, sekaligus melindunginya. Semasa hidupnya, Ibu Khin selalu menceritakan kepada anak-anak dan para pengunjungnya kisah penduduk desa Pac Bo yang bersatu dan bertekad untuk melindungi "Pak Ke" dan turut ambil bagian dalam revolusi.
Selama revolusi, ada asosiasi-asosiasi seperti Anak-nak Penyelamat Tanah Air, Perempuan Penyelamat Tanah Air. Ikuti Presiden Ho Chi Minh, menginap di gubuk Khuoi Nam, memasak nasi untuk Paman Ho. Satu orang tidak dapat berhasil melakukan revolusi, banyak orang, ratusan orang bersama-sama berlatih, termasuk orang dari Hoa An dan Ha Quang. Di Khuoi Nam, kami memasak nasi, memasak bubur, lalu dimasukkan ke dalam tabung bambu dan kami bawa di pundak kami untuk Paman Ho dan para penjaga”.
Duong Chi Quan, 75 tahun, dari desa Pac Bo, tidak dapat menyembunyikan rasa haru dan bangga sebagai cucu dari kakek Duong Dinh, yang terkait erat dengan Presiden Ho Chi Minh selama kegiatan revolusinya di Pac Bo.
“Menurut cerita orang tua, Paman Ho ketika datang melakukan propaganda di Pac Bo, selalu menyembunyikan wajahnya, hanya pada malam hari ia datang. Di rumah pak Duong Dinh, dia juga duduk di tempat gelap untuk berbicara dengan penduduk. Mereka hanya tahu bahwa ia adalah “Pak Ke”. Begitu perdamaian telah tercapai, ketika Presiden Ho Chi Minh berkunjung, orang-orang pun tahu bahwa “Pak Ke” adalah Presiden Ho. Pada 1969 ketika Presiden Ho Chi Minh wafat, semua warga Pac Bo menangis, semua rumah berduka seperti kehilangan anggota keluarga. Setiap tahun baru datang dan musim semi tiba, warga Pac Bo selalu berkiblat kepadanya, terutama pada hari pertama Tahun baru Imlek, mereka pergi ke kuil pemujaan Presiden Ho Chi Minh untuk membakar dupa”.
"Pak Ke" sebuah panggilan hormat tetapi juga sangat akrab, karena Presiden Ho Chi Minh adalah seorang anak pegunungan dan hutan Pac Bo, setiap hari memakai baju berwarna nila, berbicara dalam bahasa etnis Nung, dan hanya makan sayur-sayuran dari hutan, rebung pahit dan siput, ikan yang ditangkap di sungai, layaknya penduduk setempat. "Pak Ke" mengajari warga cara membaca, merawat anak-anak, dan dengan ramah mengunjungi setiap orang tua. Mungkin itu pula yang membuat masyarakat Pac Bo percaya sepenuhnya dan sepenuh hati untuk mengikuti revolusi. Pada musim semi 1961, “Pak Ke” kembali mengunjungi Pac Bo. Quan Chi Khieng, penduduk desa Pac Bo, masih ingat dengan jelas suasana hari itu.
Ketika warga Pac Bo tahu bahwa Presiden Ho Chi Minh akan kembali mengunjungi Pac Bo, penduduk desa sangat senang dan bersemangat. Mereka turun ke kedua sisi jalan untuk menyambutnya, menantikan untuk bertemu dengan Presiden Ho Chi Minh dan melihatnya dengan mata kepala sendiri. Presiden Ho Chi Minh berjalan kaki, mengenakan pakaian lugas, celana orang tua dan kemeja cokelat pudar, sepasang sandal karet. Beliau melambaikan tangan sambil berjalan, semua sangat bersemangat karena semua menganggap Presiden Ho Chi Minh sebagai anggota keluarga. Presiden Ho Chi Minh dengan ramah menyapa setiap warga, kemudian berbicara dalam bahasa etnisnya dengan para lansia”.
Desa Pac Bo saat ini (Foto: VOV) |
Di sana, di hulu Coc Bo, aliran Lenin mengalir siang dan malam. Setiap pohon, setiap batu yang terkait di masa Paman Ho aktif tetap dihormati dan dijaga oleh warga Pac Bo. Duong Thi Bich Hop, seorang warga desa Pac Bo, berbagi: Berterima kasih padanya, masyarakat desa Pac Bo selalu bersatu untuk membangun desa yang indah. Desa Pac Bo saat ini memiliki rumah – rumah berdekatan, memiliki jalan beton, listrik, dan pada dasarnya menyelesaikan target pembangunan pedesaan baru:
“Sekarang, di setiap rumah di desa Pac Bo, terdapat altar Presiden Ho Chi Minh yang ditempatkan bersama dengan altar leluhur. Warga di kemudian hari juga mengikuti pemikirannya, bersatu padu, dan bersama-sama berusaha membangun kampung halaman yang lebih indah, sesuai aspirasi Presiden Ho Chi Minh.”
Kisah-kisah tentang "Pak Ke" dan kenangan warga Pac Bo tentang Presiden Ho Chi Minh selalu diturunkan kepada anak cucu mereka dari generasi ke generasi, karena itu adalah bagian dari sejarah yang membanggakan bagi desa perbatasan ini. Lebih dari 81 musim semi telah berlalu, dengan hormat dan terima kasih kepada Presiden Ho Chi Minh, gambar dan cerita "Pak Ke" akan tetap dituruntemurunkan dengan penuh hormat dan bangga, karena bagi mereka, "Pak Ke" selalu di hati mereka, memantau dan menyemangati mereka./.