(VOVWORLD) - Sudah sejak lama kerajinan menenun kain ikat telah berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas warga etnis-etnis minoritas Van Kieu dan Pa Co di Kabupaten pegunungan Dakrong, Provinsi Quang Tri (Viet Nam Tengah). Telah ada waktu di mana kerajinan ini mengalami kepunahan yang diakibatkan oleh kencederungan fesyen dengan pakaian-pakaian modern. Sekarang ini, kerajinan menenun kain ikat tradisional sedang berangsur-angsur dipulihkan. Pakaian-pakaian dengan kain ikat tradisional yang kental dengan keunikan sendiri tidak hanya hadir dalam berbagai pesta tapi juga masuk ke tempat umum atau hari-hari perayaan di daerah ini.
Produk-produk dari kain ikat etnis minoritas Van Kieu (Foto: vov.vn) |
Di Kecamatan A Bung, Kabupaten Dakrong, Provinsi Quang Tri, ada kerajinan menenun kain ikat paling berkembang. Kecamatan ini telah membentuk 4 grup produksi yang beranggotakan 25 orang untuk khususnya menenun kain ikat dari warga Pa Co. Untuk berhasil menenun sehelai kain ikat yang indah memakan waktu dari 3-5 hari dan mengalami penjahitan dari 2-3 hari untuk menyempurnakan satu pakaian seperti yang diinginkan. Ibu Doan Thi Nga, warga Kecamatan A Bung, Kabupaten Dakrong memberitahukan bahwa pakaian tradisional warga etnis-etnis minoritas Van Kieu dan Pa Co memanifestasikan kelugasan, alami dan kesederhanaan yang membawa arti dan nasib sendiri. Kejuruan menenun kain ikat tradisional menciptakan pendapatan kepada keluarga-keluarga, memuaskan kegandrungan, menjaga dan mewariskannya kepada generasi di kemudian hari. Menurut ibu Doan Thi Nga, kerajinan menenun kain ikut tidak semata-mata menenun helai-helai kain indah yang digunakan dalam kehidupan dan aktivitas saja, tapi hal ini mengandung jiwa warga Pa Co yang dititipkan padanya. “Ini merupakan kerajinan tradisional etnis yang ditinggalkan oleh para pendahulu. Saya menenun karena merasa takut bahwa tradisi etnis ini akan hilang dan khususnya ialah ini merupakan kerajinan dan kegandrungan”.
Di Kabupaten Dakrong sekarang ini ada dua kecamatan yang khusus menenun pakaian tradisional warga etnis minoritas Pa Co dan satu kecamatan yang khusus menenun pakaian tradisional etnis minoritas Van Kieu. Dari tahun lalu, semua pejabat di Kecamatan A Bung, Kabupaten Dakrong telah menjahit pakaian seragam dari kain ikat untuk dikenakan pada hari Senin. Laki-laki mengenakan baju, perempuan mengenakan baju dan rok panjang. Hal ini turut menciptakan out-put produk, mendorong kejuruan menenun tradisional berkembang. Bapak Ho Van Hien, Wakil Ketua Komite Rakyat Kecamatan A Bung, Kabupaten Dakrong memberitahukan bahwa pakaian tradisional tidak hanya muncul pada pesta-pesta etnis seperti A Rieu Ping, pesta menyambut padi baru dan acara pernikahan. Sekarang ini, semua produk dari kain ikat sedang digunakan secara luas dalam kehidupan masyarakat. Dia mengatakan: “Selain mengembangkan ekonomi ketika berhuma, pada waktu senggang, para perempuan berfokus menenun kain ikat untuk meningkatkan pendapatan kepada keluarga. Kecamatan ini telah mendorong pejabat, warga, pelajar dan guru supaya menjahit dan mengenakan pakaian tradisional pada hari pesta dan pada hari Senin setiap pekan di kantor pemerintahan”.
Ibu Ho Thi Kim Cuc, Wakil Ketua Komite Rakyat Kabupaten Dakrong, Provinsi Quang Tri memberitahukan bahwa bantuan yang diberikan oleh berbagai unit dan organisasi menciptakan syarat untuk memulihkan desa-desa kerajinan tradisional di daerah, di antaranya ada kerajinan menenun kain ikat. Dia mengatakan: “Pada tahun-tahun sebelumnya, kerajinan menenun kain ikat telah dilupakan. Untuk terus menjaga ciri budaya yang mutakhir dan kental dengan jati diri etnis, Kabupaten Dakrong telah mengimbau kepada semua organisasi supaya memberikan bantuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan kembali semua potensi dan keunggulan ini agar rakyat terus mengembangkan kerajinan menenun kain ikat”.
Menurut ibu Ho Thi Kim Cuc, menghidupkan kembali kerajinan menenun kain ikat telah memberikan pendapatan kepada warga etnis-etnis minoritas Van Kieu dan Pa Co. Daerah ini sedang berupaya keras untuk menjaga dan mewariskan kejrajinan ini kepada generasi di kemudian hari agar jati diri kebudayaan etnis tidak punah.